Termasuk sebab turunnya rizki adala taqwa. Saya akan membicarakan masalah ini –dengan memohon taufik dari Allah– dalam dua bahasan:
Makna taqwa.
Dalil syar’i bahwa taqwa termasuk
kunci rizki.
A. Makna Taqwa
Para ulama Rahimahullaah telah menjelaskan apa yang dimaksud
dengan taqwa. Di antaranya, Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani mendefinisikan: “Taqwa
yaitu menjaga jiwa dari perbuatan yang membuatnya berdosa, dan itu dengan
meninggalkan apa yang dilarang, menjadi sempurna dengan meninggalkan sebagian
yang dihalalkan”.*1[1]
Sedangkan Imam An-Nawawi
mendefinisikan taqwa dengan “Mentaati perintah dan laranganNya.” Maksudnya,
menjaga diri dari kemurkaan dan adzab Allah Subhannahu wa Ta'ala .*2[2] Hal itu
sebagaimana didefinisikan oleh Imam Al-Jurjani “Taqwa yaitu menjaga diri dari
pekerjaan yang mengakibatkan siksa, baik dengan melakukan perbuatan atau
meninggalkannya.”*3[3]
Karena itu, siapa yang tidak
menjaga dirinya, dari perbuatan dosa, berarti dia bukanlah orang bertaqwa. Maka
orang yang melihat dengan kedua matanya apa yang diharamkan Allah, atau
mendengarkan dengan kedua telinganya apa yang dimurkai Allah, atau mengambil
dengan kedua tangannya apa yang tidak diridhai Allah, atau berjalan ke tempat
yang dikutuk Allah, berarti tidak menjaga dirinya dari dosa.
Jadi, orang yang membangkang
perintah Allah serta melakukan apa yang dilarangNya, dia bukanlah termasuk
orang-orang yang bertaqwa.
Orang yang menceburkan diri ke
dalam maksiat sehingga ia pantas mendapat murka dan siksa dari Allah, maka ia
telah mengeluarkan dirinya dari barisan orang-orang yang bertaqwa.
B. Dalil Syar'i Bahwa Taqwa Termasuk Kunci Rizki
Beberapa nash yang menunjukkan
bahwa taqwa termasuk di antara sebab rizki, Di antaranya:
Firman Allah:
“Barangsiapa yang bertaqwa kepada
Allah niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya. Dan memberi-nya rizki
dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (Ath-Thalaq: 2-3).
Dalam ayat di atas, Allah
menjelaskan bahwa orang yang merealisasikan taqwa akan dibalas Allah dengan dua
hal. Pertama, “Allah akan mengadakan jalan keluar baginya.” Artinya, Allah akan
menyelamatkannya –sebagaimana dika-takan Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu – dari
setiap kesusahan dunia maupun akhirat.*4[4] Kedua, “Allah akan memberinya rizki
dari arah yang tidak disangka-sangka.” Artinya, Allah akan memberi-nya rizki
yang tak pernah ia harapkan dan angankan.*5[5]
Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam
tafsirnya mengatakan: “Maknanya, barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah dengan
melakukan apa yang diperintahkanNya dan meninggalkan apa yang dilarangNya,
niscaya Allah akan memberinya jalan keluar serta rizki dari arah yang tidak
disangka-sangka, yakni dari arah yang tidak pernah terlintas dalam
benaknya,”*6[6]
Alangkah agung dan besar buah
taqwa itu! Abdullah bin Mas’ud Radhiallaahu anhu berkata: “Sesungguhnya ayat
terbesar dalam hal pemberian janji jalan keluar adalah:
“Barangsiapa bertaqwa kepada
Allah, niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya”.*7[7]
Ayat lainnya adalah firman Allah:
“Jikalau sekiranya penduduk
negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada
me-reka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendus-takan (ayat-ayat
Kami) itu, maka Kami siksa mereka di-sebabkan perbuatan mereka sendiri”.
(Al-A’raf: 96).
Dalam ayat yang mulia ini Allah
menjelaskan, seandai-nya penduduk negeri-negeri merealisasikan dua hal, yakni
iman dan taqwa, niscaya Allah akan melapangkan kebaikan (kekayaan) untuk mereka
dan memudahkan mereka menda-patkannya dari segala arah.
Menafsirkan firman Allah:
“Pastilah Kami akan melimpahkan
kepada mereka berbagai berkah dari langit dan bumi, Abdullah bin Abbas
Radhiallaahu anhu mengatakan: “Niscaya Kami lapangkan kebaikan (kekayaan) untuk
mereka dan Kami mudahkan bagi mereka untuk mendapatkannya dari segala
arah.”*8[8]
Janji Allah yang terdapat dalam
ayat yang mulia tersebut terhadap orang-orang beriman dan bertaqwa mengandung
beberapa hal, di antaranya:
Janji Allah untuk membuka “
Barakaat” (keberkahan) bagi mereka. “Al Barakaat” adalah bentuk jama’ dari “ Al
Barakah” Imam Al-Baghawi berkata, Ia berarti mengerjakan sesuatu secara terus
menerus*9[9]. Atau seperti kata Imam Al-Khazin, “Tetapnya suatu kebaikan Tuhan
atas sesuatu.”*10[10]
Jadi, yang dapat disimpulkan dari
makna kalimat “ Al barakah ” adalah bahwa apa yang diberikan Allah disebabkan
oleh keimanan dan ketaqwaan mereka merupakan kebaikan yang terus menerus, tidak
ada keburukan atau konsekuensi apa pun atas mereka sesudahnya.
Tentang hal ini, Sayid Muhammad
Rasyid Ridha berkata: “Adapun orang-orang beriman maka apa yang dibukakan untuk
mereka adalah berupa berkah dan kenikmatan. Dan untuk hal itu, mereka
senantiasa bersyukur kepada Allah, ridha terhadapNya dan mengharapkan
karuniaNya. Lalu mereka menggunakannya di jalan kebaikan, bukan jalan
keburukan, untuk perbaikan bukan untuk merusak. Sehingga balasan bagi mereka
dari Allah adalah ditambahnya berbagai kenikmatan di dunia dan pahala yang baik
di akhirat.”*11[11]
Syaikh Ibnu Asyur mengungkapkan
hal itu dengan ucapannya: “Makna “Al Barakah” adalah kebaikan yang murni yang
tidak ada konsekuensinya di akhirat. Dan ini adalah sebaik-baik jenis
nikmat.”*12[12]
Kata berkah disebutkan dalam
bentuk jama’ sebagai-mana firman Allah:
“Pastilah Kami akan melimpahkan
kepada mereka berbagai berkah.” Ayat ini, sebagaimana disebutkan Syaikh Ibnu
Asyur untuk menunjukan banyaknya berkah sesuai dengan banyaknya sesuatu yang
diberkahi.*13[13]
Allah berfirman:
“Berbagai keberkahan dari langit
dan bumi”. Menurut Imam Ar-Razi, maksudnya adalah keberkahan langit dengan
turunnya hujan, keberkahan bumi dengan tumbuhnya berbagai tanaman dan
buah-buahan, banyaknya hewan ternak dan gembalaan serta diperolehnya keamanan
dan keselamatan. Hal ini karena langit adalah laksana ayah, dan bumi laksana Ibu.
Dari keduanya diperoleh semua bentuk manfaat dan kebaikan berdasarkan
penciptaan dan pengurusan Allah .”*14[14]
Ayat lainnya adalah firman Allah:
“Dan sekiranya mereka
sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil dan (Al-Qur’an) yang
diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan
dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka. Diantara mereka ada golongan
pertengah-an. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan
mereka”. (Al-Ma’idah: 66).
Allah Subhannahu wa Ta'ala
mengabarkan tentang Ahli Kitab, ‘Bahwa seandainya mereka mengamalkan apa yang
ada di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur'an –demikian seperti dikatakan oleh
Abdullah bin Abbas Radhiallaahu anhu dalam menafsirkan ayat tersebut,*15[15]–
niscaya Allah memperbanyak rizki yang diturunkan kepada mereka dari langit dan
yang tumbuh untuk mereka dari bumi.*16[16]
Syaikh Yahya bin Umar Al-Andalusi
berkata: “Allah menghendaki –wallahu a’lam– bahwa seandainya mereka mengamalkan
apa yang diturunkan di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur'an, niscaya mereka
memakan dari atas dan dari bawah kaki mereka. Maknanya –wallahu’alam–, niscaya
mereka diberi kelapangan dan kesempurnaan nikmat dunia,”*17[17]
Dalam menafsirkan ayat ini, Imam
Al-Qurthubi mengatakan, “Dan sejenis dengan ayat ini adalah firman Allah:
“Barangsiapa bertaqwa kepada
Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rizki
dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (Ath-Thalaq:2-3).
“Dan bahwasanya jika mereka tetap
berjalan di atas ja-lan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum
kepada mereka air yang segar (rizki yang ba-nyak).” (Al-Jin: 16).
“Jikalau sekiranya penduduk
negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada
me-reka berbagai keberkahan dari langit dan bumi.” (Al-A’raf: 96).
Sebagaimana disebutkan dalam
ayat-ayat di atas, Allah menjadikan ketaqwaan di antara sebab-sebab rizki dan
men-janjikan untuk menambahnya bagi orang yang bersyukur.
Allah berfirman:
“Jika kalian bersyukur, niscaya
Aku tambahkan nikmat-Ku atasmu.” (Ibrahim: 7).*18[18]
Karena itu, setiap orang yang
menginginkan keluasan rizki dan kemakmuran hidup, hendaknya ia menjaga dirinya
dari segala dosa. Hendaknya ia menta’ati perintah-perintah Allah dan menjauhi
larangan-laranganNya. Juga hendaknya ia menjaga diri dari yang menyebabkan
berhak mendapat siksa, seperti melakukan kemungkaran atau meninggalkan
*1 Al-Mufradat fi Gharibil Qur’an,
dari asal kata “وقى” hal.531.
*2 Tahriru Alfazhit Tanbih,
hal.322.
*3 Kitabut Ta’rifat, hal.68.
*4 Tafsir Al-Qurthubi, 18/159.
Ar-Rabi’ bin Khutsaim berkata: “Dia memberi jalan keluar dari setiap apa yang
menyesakkan manusia.” (Zadul Masir, 8/291-292. Tafsir Al-Baghawi, 4/357 dan
Tafsir Al-Khazin, 7/108).
*5 Zaadul Masir, 8/291-292.
*6 Tafsir Ibnu Katsir, 4/400.
*7 Tafsir Ibnu Katsir, 4/400.
Tafsir Ibnu Mas’ud, 2/651.
*8 Tafsir Abu As-Su’ud, 3/253.
*9 Tafsir Al-Baghawi, 2/183.
*10 Tafsir Al-Khazin, 2/266.
*11 Tafsir Al-Manar, 9/25.
*12 Tafsir At-Tahrir wat Tanwir,
9/22.
*13 Op. Cit., 9/22.
*14 At-Tafsirul Kabir, 12/185.
Tafsirul Khazin, 2/266 dan Tafsir At-Tahrir wa Tanwir, 9/22.
*15 Tafsir Ath-Thabari, 10/463,
Al-Muharrar Al-Wajiz, 5/152-153, Zadul Masir, 2/395 dan Tafsir Ibnu Katsir,
2/86.
*16 Tafsir Ibnu Katsir, 2/86, dan
Fathul Qadir yang di dalamnya dikatakan, “Penyebutan dari atas dan dari bawah
(dalam ayat tersebut) adalah untuk menunjukkan puncak kemudahan sebab-sebab
rizki bagi mereka, juga untuk menunjukkan banyak dan keaneka ragaman jenisnya.”
(2/85), juga Tafsir At-Tahrir wa Tanwir yang di dalamnya disebutkan,
“Maksudnya, niscaya mereka diberi rizki dari semua jalan.” (4/254).
*17 Kitabun Nazhar wal Ahkam fi
Jami’i Ahwalis Suuq, hal.41.
*18 Tafsir Al-Qurthubi, 6/241.
0 komentar:
Posting Komentar